Senin, 24 November 2008

Dzikir... Obat gundah hati...


Beberapa minggu ini kesulitan datang bertubi-tubi. Harus sabar... kataku dalam hati. Tiada keinginan yang kuat selain bagaimana bisa bangun malam dan bersujud memohon belas kasih serta karunia Alloh yang Maha Penyayang. Ingin rasanya menangis karena beberapa kali keinginan untuk bangun malam ini tidak juga kesampaian. Yaa Alloh kiranya memang berat kesalahan yang harus aku tebus karena untuk sekedar bangun malam saja rasanya seperti mendaki lereng Merapi.. Hu hu hu...

Alhamdulillah setelah beberapa malam berlalu aku bisa bangun malam, udara terasa dingin menusuk tulang. Kupikir karena memang musim hujan.. Surabaya yang biasanya gerah sekarang selalu berselimut mendung dan malam-malam terlewati dengan rasa dingin yang menggigil..Tapi heran juga istriku sepertinya gak begitu dingin..

Dengan langkah pelan aku ambil air wudhu.. Namun tiba-tiba badanku terasa aneh saat kena air dingin ini... Lama kupikir akhirnya aku ngerti kalo aku mulai terkena gejala demam.. Yaa Alloh..
Cepat-cepat aku ambil wudhu dan bersegera aku selesaikan. Masuk kamar lagi udara sudah agak hangat... Yaa Alloh Alhamdulillah

Cuaca surabaya kali ini memang penuh mendung, sesekali terdengar guntur... Dan sekarang pas kalimat ini kutulis ... hujan sudah turun lagi (gak pake yang lho... ;-) Suasana di ruangan kerjaku jadi tambah dingin, dingin, dan dingiin..... Kayaknya sampe magrib neh baru reda ... Wah jalan ke kos pasti banjir lagi ;-( ...Alhamdulillah 'ala kulli hal...

Coba kemaren hujan gak turun-turun... Semua pada memohon-mohon ... sekarang dikasih eh malah ngeluh... Memang ya manusia diciptakan selalu dalam keadaan berkeluh-kesah. Allahu Akbar.. Hujan tahun ini semoga hujan rizki yang menyuburkan sawah-sawah, yang menumbuhkan buah dan sayur yang memekarkan bunga-bunga. Semoga bukan hujan yang meluapkan aliran sungai bengawan Solo..

Lho mas judule Dzikir mas...
Oke.. tadi tuh juga ada hubungannya sama Dzikir. Setiap kejadian dan fenomena alam ataupun hal-hal kecil dan besar yang menimpa kita baik langsung ke pribadi kita atau menimpa lingkungan dimana kita tinggal hendaknya dikembalikan ke pada kerangka dzikrullah, bahwa segala sesuatu ada hikmahnya dan selalu kita kembalikan ke sisi Alloh Azza wa Jalla.. Pendekatan seperti ini (tentunya setelah menyempurnakan ikhtiar) akan menentramkan jiwa. Hati yang terbiasa gelisah tiba-tiba lama-lama gelisah itu hilang dan berganti ketenangan serta keteduhan karena hati yang selalu berdzikir akan ditenangkan oleh Alloh. Sehingga dalam kondisi sesulit apapun jiwa tetap kokoh hati tetap tenang.. Dengan ijin Alloh.

Jika hati terasa sesak karena suatu masalah segeralah menyebut asma Alloh. Sebut yang banyak. Sebut terus sembari meratap memohon agar masalah yang kita hampir nggak kuat menahan tersebut diringankan oleh Alloh untuk kemudian kita diberikan jalan keluar yang terbaik. Lakukan terus-menerus bahkan ketika menjelang tidur dan masalah tersebut berusaha untuk mengganggu tidur kita. Enyahkan dia dari benak kita dengan dzikir sekaligus memohon kepada Alloh supaya masalah tersebut segera berlalu...

Ngomong-ngomong soal pemecahan masalah, ada baiknya bahasan ilmiah berikut ini kita resapi dalam-dalam.... Monggo...


Pemecahan Masalah Secara Analitis & Kreatif
Kategori Organisasi Industri
Oleh : Arbono Lasmahadi
Jakarta, 12/15/2005
http://www.e-psikologi.com/epsi/industri_detail.asp?id=138

Setelah ditunjuk menjadi Pimpinan Eksekutif di Porsche (salah satu produsen mobil terkenal), pada tahun 1992, disaat Porsche sedang menuju jurang kebangkrutan, Wendelin Wiedeking langsung mengajak kelompok Shin-Gijutsu, yang merupakan para ahli teknik yang telah dikader oleh Toyota untuk mengelola dan membenahi sistim yang ada di pabrik Porsche. Dengan bantuan dari para ahli teknik Jepang, waktu untuk melakukan perakitan berhasil diturunkan dari 120 jam menjadi 72 jam. Jumlah kesalahan pada setiap pembuatan mobil turun 50 % menjadi hanya 3 kesalahan per mobil. Jumlah tenaga kerja menurun sebesar 19 % menjadi 6.800 orang, dari lebih dari 8.400 orang di tahun 1992. Jumlah "line production" telah berhasil diperpendek . Begitu pula dengan jumlah inventori yang telah berkurang, membuat ruang yang digunakan di pabrik menjadi lebih kecil sebesar 30 %. Perubahan-perubahan tersebut di atas telah membuat Porsche berhasil memproduksi mobil dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Dampaknya, pertama kali dalam 4 tahun terakhir, perusahaan melaporkan keuntungan, setelah sebelumnya merugi sebesar 300 Juta Dolar Amerika.

Hal yang menarik yang mungkin ingin kita ketahui dari ilustrasi cerita di atas adalah, cara efektif yang berhasil diterapkan oleh para ahli teknik Jepang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh Porsche, dan kemudian merubahnya menjadi sebuah keuntungan. Secara umum yang dilakukan oleh ahli teknik Jepang adalah dengan membentuk kelompok kerja yang berbeda yang menerapkan prinsip-prinsip pemecahan masalah secara ilmiah untuk menganalisa situasi yang terjadi, membuat rencana perbaikan secara kreatif, dan menerapkan rencana perbaikan melalui proses pengawasan kualitas.

Ilustrasi di atas yang dikutip dari tulisan Phillip L Hunsaker tentang Pemecahan Masalah Secara Kreatif (2005) , menunjukkan kepada kita bahwa proses penyelesaian masalah secara efektif akan dapat membantu sebuah organisasi keluar dari kemelut keuangan yang mereka hadapi, dan merubahnya menjadi sebuah kesempatan yang menguntungkan. Tanpa penanganan yang benar saat itu, bukan tidak mungkin Porsche mengalami kebangkrutan total, dan tidak pernah terdengar lagi dalam industri kendaraan bermotor. Peristiwa yang terjadi pada Porshce bukan tidak mungkin terjadi pada organisasi lainnya, organisasi tempat kita bekerja saat ini atau pada diri kita sendiri. Kemampuan kita dalam melakukan pemecahan masalah secara analitis dan kreatif menjadi salah satu kunci agar kita dapat keluar dari masalah yang kita hadapi, dan mencapai kesuksesan dalam bisnis, maupun karir kita.

Adanya kesempatan bagi kita untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi secara analitis dan kreatif menjadi inspirasi bagi saya untuk menjadikan pemecahan masalah secara analitis dan kreatif sebagai bahan tulisan saya kali ini. Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu kita semua agar kita tidak terjebak dalam perangkap yang mengurangi kualitas pemecahan masalah yang kita hasilkan.

Pemecahan Masalah Secara Analitis dan Kreatif

Pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan (Hunsaker, 2005). Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005). Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan.

Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah ketrampilan yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupannya. Jarang sekali seseorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari-hari. Pekerjaan seorang manajer, secara khusus, merupakan pekerjaan yang mengandung unsur pemecahan masalah di dalamnya. Bila tidak ada masalah di dalam banyak organisasi, mungkin tidak akan muncul kebutuhan untuk mempekerjakan para manajer. Untuk itulah sulit untuk dapat diterima bila seorang yang tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah, menjadi seorang manajer (Whetten & Cameron, 2002).

Ungkapan di atas memberikan gambaran yang jelas kepada kita semua bahwa sulit untuk menghindarkan diri kita dari masalah, karena masalah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, baik kehidupan sosial, maupun kehidupan profesional kita. Untuk itulah penguasaan atas metode pemecahan masalah menjadi sangat penting, agar kita terhindar dari tindakan Jump to conclusion, yaitu proses penarikan kesimpulan terhadap suatu masalah tanpa melalui proses analisa masalah secara benar, serta didukung oleh bukti-bukti atau informasi yang akurat. Ada kecenderungan bahwa orang-orang, termasuk para manajer mempunyai kecenderungan alamiah untuk memilih solusi pertama yang masuk akal yang muncul dalam benak mereka (March & Simon, 1958; March, 1994; Koopman, Broekhuijsen, & Weirdsma, 1998). Sayangnya, pilihan pertama yang mereka ambil seringkali bukanlah solusi terbaik. Secara tipikal, dalam pemecahan masalah, kebanyakan orang menerapkan solusi yang kurang dapat diterima atau kurang memuaskan, dibanding solusi yang optimal atau yang ideal (Whetten & Cameron, 2002). Pemecahan masalah yang tidak optimal ini, bukan tidak mungkin dapat memunculkan masalah baru yang lebih rumit dibandingkan dengan masalah awal.

Pemecahan masalah dapat dilakukan melalui dua metode yang berbeda, yaitu analitis dan kreatif. Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang pemecahan masalah secara analitis dan kreatif, serta perbedaan-perbedaan yang ada diantara keduanya, maka pada bagian berikut , saya akan menjelaskan secara singkat hal tersebut di atas.

I. Pemecahan Masalah Secara Analitis

Metode penyelesaian masalah secara analitis merupakan pendekatan yang cukup terkenal dan digunakan oleh banyak perusahaan, serta menjadi inti dari gerakan peningkatan kualitas (quality improvement). Secara luas dapat diterima bahwa untuk meningkatan kualitas individu dan organisasi, langkah penting yang perlu dilakukan adalah mempelajari dan menerapkan metode pemecahan masalah secara analitis (Juran, 1988; Ichikawa, 1986; Riley, 1998). Banyak organisasi besar (misalnya : Ford Motor Company, General Electric, Dana) menghabiskan jutaan Dolar untuk mendidik para manajer mereka tentang metode pemecahan masalah ini sebagai bagian dari proses peningkatan kualitas yang ada di organisasi mereka (Whetten & Cameron, 2002). Pelatihan ini penting agar para manajer dapat berfungsi efektif, yang salah satu cirinya adalah pada kemampuannya untuk memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Hunsaker (2005) yang menyatakan bahwa manajer yang efektif, seperti halnya Pemimpin Eksekutif Porsche, Wendelin Wiedeking, mengetahui cara mengumpulkan dan mengevaluasi informasi yang dapat menerangkan tentang masalah yang terjadi, mengetahui manfaatnya bila kita memiliki lebih dari satu alternatif pemecahan masalah, dan memberikan bobot kepada semua implikasi yang dapat terjadi dari sebuah rencana, sebelum menerapkan rencana yang bersangkutan.

A. Definisikan Masalah

Langkah pertama yang perlu dilakukan dengan metode analitis adalah mendefinisikan masalah yang terjadi. Pada tahap ini, kita perlu melakukan diagnosis terhadap sebuah situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang muncul. Sebagai contoh : Seorang manajer yang mempunyai masalah dengan staf-nya yang kerapkali tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya pada waktu yang telah ditentukan. Masalah ini bisa terjadi karena, cara kerja yang lambat dari staf yang bersangkutan. Cara kerja yang lambat, bisa saja hanya sebuah gejala dari permasalahan yang lebih mendasar lagi, seperti misalnya masalah kesehatan, moral kerja yang rendah, kurangnya pelatihan atau kurang efektifnya proses kepemimpinan yang ada.

Agar kita dapat memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu masalah, diperlukan upaya untuk mencari informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya, agar masalah dapat didefinisikan dengan tepat.

Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari pendefinisian masalah yang baik:

* Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif dipisahkan dari persepsi
* Semua pihak yang terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi
* Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/tegas. Hal ini seringkali dapat menghindarkan kita dari pembuatan definisi yang tidak jelas
* Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya ketidak-sesuaian antara standar atau harapan yang telah ditetapkan sebelumnya dan kenyataan yang terjadi.
* Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas, pihak-pihak yang terkait atau berkepentingan dengan terjadinya masalah.
* Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar. Contoh: Masalah yang kita hadapi adalah melatih staf yang bekerja lamban.

B. Buat Alternatif Pemecahan Masalah.

Langkah kedua yang perlu kita lakukan adalah membuat alternatif penyelesaian masalah. Pada tahap ini, kita diharapkan dapat menunda untuk memilih hanya satu solusi, sebelum alternatif solusi-solusi yang ada diusulkan. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan dalam kaitannya dengan pemecahan masalah (contohnya oleh March, 1999) mendukung pandangan bahwa kualitas solusi-solusi yang dihasilkan akan lebih baik bila mempertimbangkan berbagai alternatif (Whetten & Cameron, 2002).

Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari pembuatan alternatif masalah yang baik:

* Semua alternatif yang ada sebaiknya diusulkan dan dikemukakan terlebih dahulu sebelum kemudian dilakukannya evaluasi terhadap mereka.
* Alternatif-alternatif yang ada, diusulkan oleh semua orang yang terlibat dalam penyelesaian masalah. Semakin banyaknya orang yang mengusulkan alternatif, dapat meningkatkan kualitas solusi dan penerimaaan kelompok.
* Alternatif-alternatif yang diusulkan harus sejalan dengan tujuan atau kebijakan organisasi. Kritik dapat menjadi penghambat baik terhadap proses organisasi maupun proses pembuatan alternatif pemecahan masalah.
* Alternatif-alternatif yang diusulkan perlu mempertimbangkan konsekuensi yang muncul dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.
* Alternatif–alternatif yang ada saling melengkapi satu dengan lainnya. Gagasan yang kurang menarik , bisa menjadi gagasan yang menarik bila dikombinasikan dengan gagasan-gagasan lainnya. Contoh : Pengurangan jumlah tenaga kerja, namun kepada karyawan yang terkena dampak diberikan paket kompensasi yang menarik.
* Alternatif-alternatif yang diusulkan harus dapat menyelesaikan masalah yang telah didefinisikan dengan baik. Masalah lainnya yang muncul, mungkin juga penting. Namun dapat diabaikan bila, tidak secara langsung mempengaruhi pemecahan masalah utama yang sedang terjadi.

C. Evaluasi Alternatif-Alternatif Pemecahan Masalah

Langkah ketiga dalam proses pemecahan masalah adalah melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif yang diusulkan atau tersedia. Dalam tahap ini , kita perlu berhati-hati dalam memberikan bobot terhadap keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif yang ada, sebelum membuat pilihan akhir. Seorang yang terampil dalam melakukan pemecahan masalah, akan memastikan bahwa dalam memilih alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan:

* Tingkat kemungkinannya untuk dapat menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan terjadinya masalah lain yang tidak diperkirakan sebelumnya.
* Tingkat penerimaan dari semua orang yang terlibat di dalamnya
* Tingkat kemungkinan penerapannya
* Tingkat kesesuaiannya dengan batasan-batasan yang ada di dalam organisasi; misalnya budget, kebijakan perusahaan, dll.

Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari evaluasi alternatif-alternatif pemecahan masalah yang baik:

* Alternatif- alternatif yang ada dinilai secara relatif berdasarkan suatu standar yang optimal, dan bukan sekedar standar yang memuaskan
* penilaian terhadap alternative-alternatif yang ada dilakukan secara sistematis, sehingga semua alternatif yang diusulkan akan dipertimbangkan,
* Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan organisasi dan mempertimbangkan preferensi dari orang-orang yang terlibat didalamnya.
* Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan dampak yang mungkin ditimbulkannya, baik secara langsung, maupun tidak langsung
* Alternatif yang paling dipilih dinyatakan secara eksplisit/tegas.

D. Terapkan Solusi dan Tindak- Lanjuti

Langkah terakhir dari metode ini adalah menerapkan dan menindak-lanjuti solusi yang telah diambil. Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu masalah, kita perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan terjadinya resistensi dari orang-orang yang mungkin terkena dampak dari penerapan tersebut. Hampir pada semua perubahan, terjadi resistensi. Karena itulah seorang yang piawai dalam melakukan pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan meningkatkan kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh orang-orang yang terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang bersangkutan (Whetten & Cameron, 2002).

Berikut adalah karakteristik dari penerapan dan langkah tindak lanjut yang efektif:

* Penerapan solusi dilakukan pada saat yang tepat dan dalam urutan yang benar. Penerapan tidak mengabaikan faktor-faktor yang membatasi dan tidak akan terjadi sebelum tahap 1, 2, dan 3 dalam proses pemecahan masalah dilakukan.
* Penerapan solusi dilakukan dengan menggunakan strategi "sedikit-demi sedikit" dengan tujuan untuk meminimalkan terjadinya resistensi dan meningkatkan dukungan.
* Proses penerapan solusi meliputi juga proses pemberian umpan balik. Berhasil tidaknya penerapan solusi, harus dikomunikasikan , sehingga terjadi proses pertukaran informasi
* Keterlibatan dari orang-orang yang akan terkena dampak dari penerapan solusi dianjurkan dengan tujuan untuk membangun dukungan dan komitmen
* Adanya sistim monitoring yang dapat memantau penerapan solusi secara berkesinambungan. Dampak jangka pendek, maupun jangka panjang diukur.
* Penilaian terhadap keberhasilan penerapan solusi didasarkan atas terselesaikannya masalah yang dihadapi, bukan karena adanya manfaat lain yang diperoleh dengan adanya penerapan solusi ini. Sebuah solusi tidak dapat dianggap berhasil bila masalah yang menjadi pertimbangan yang utama tidak terselesaikan dengan baik, walaupun mungkin muncul dampak positif lainnya.

Lagi-lagi tentang pilihan Cinta


Hidup tanpa cinta rasanya memang garing banget. Pokoknya bete deh. Sangat boleh jadi kehidupan ini dipenuhi oleh mereka-mereka yang berhati batu. Kejam, bengis, dan sejenisnya. Ibarat hidup di jaman Wild Wild West. Kill or be killed. Sadis!

Cinta, bisa tumbuh dan berkembang dalam sebuah kehidupan. Coba kamu perhatiin, ortu kita sayang banget kan sama kita? Kalo nggak sayang mah, kayaknya waktu kita bayi udah dibuang kali tuh. Tapi, alhamdulillah, ortu kita termasuk orang yang mampu memberikan cintanya kepada kita. Harapannya, agar kita bisa tumbuh, juga dengan memiliki rasa cinta.

Sobat muda muslim, cinta tumbuh di setiap makhluk yang bernyawa. Seperti sebuah lagu lawas berirama melayu yang syairnya kayak begini, �Rasa cinta pasti ada, pada makhluk yang bernyawa..../perasaan insan sama, ingin cinta dan dicinta..�
Yup, emang nggak ada tema yang abadi untuk dibahas selain masalah cinta. Tengok aja mulai dari lagu, puisi, prosa, sampai film didominasi masalah cinta. Wajar karena cinta adalah perasaan yang universal. Dimana-mana, di seluruh dunia, orang membutuhkan dan menginginkan cinta. Cinta ada pada orang tua yang cinta pada anak-anaknya, anak-anak yang cinta pada orang tuanya, adik dan kakak yang saling menyayangi seperti dalam film Children of Heaven, dan ehm, tentu saja cinta dirasakan oleh sepasang pria dan wanita.

Pendek kata dengan cinta kita bisa memberikan kesegaran dalam hidup seseorang. Kalo kamu ngasih uang seribu perak kepada mereka yang membutuhkan, itu artinya kamu telah menolong. Kalo bukan dengan rasa cinta, kayaknya nggak bakalan deh kamu tersentuh dengan penderitaannya. Itu sebabnya orang suka bilang bahwa cinta biasanya berbanding lurus dengan pengorbanan. Selalu seiring deh.

Dengan cinta pula, kamu biasanya peduli dengan orang lain. Tegur sapa dengan sesama kita, boleh jadi adalah hal kecil untuk menumbuhkan semangat kebersamaan. Tentunya dalam ikatan cinta di antara kita sebagai manusia. Kita yakin kok, semua manusia itu butuh cinta dan dicintai. Itu sebabnya, peduli adalah salah satu cara untuk menumbuhkan rasa cinta. Masing-masing dari kita dalam pergaulan sehari-hari, ogah banget kalo cuma dianggap sebagai bilangan, tapi kita kepengen juga diperhitungkan. Tul nggak?

Tentang kepedulian dan cinta ini, kita bisa meneladani Abdullah bin Amir. Dengan harga sembilan puluh ribu dirham, beliau membeli rumah milik Khalid bin Uqbah yang berada di dekat pasar. Pada malam harinya, Abdullah mendengar suara tangis keluarga Khalid. Ia pun bertanya, kepada salah satu pelayan rumahnya, Mengapa mereka menangis?
Mereka menangis karena mereka harus meninggalkan rumah yang telah tuan beli siang tadi, jawab si pelayan. Mendengar penjelasan itu, Abdullah bin Amir berkata, Pelayan, katakan kepada mereka bahwa uang harga rumah yang telah mereka terima beserta rumah itu menjadi milik mereka semua.

Subhanallah, Abdullah bin Amir bin Kuraiz tersebut, yang merupakan salah satu dermawan kota Baghdad telah memberikan teladan kepada kita, betapa rasa rasa peduli dengan nasib sesama membuatnya rela mengeluarkan hartanya. Sikap yang amat jarang bisa kita temukan saat ini. Kepengen juga kayak beliau.

Memiliki cinta? Berbahagialah!
Bang Doel Soembang pernah nyanyi begini, �Cinta itu anugerah, maka berbahagialah. Sebab kita sengsara, bila tak punya cinta�. Nggak mengada-ngada tentunya. Cinta memang penuh makna. Dan bisa memberikan kesenangan kepada yang mendapatkannya. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkomentar tentang cinta, �Cinta itu bisa mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, mendorong untuk berpakaian yang rapi, makan yang baik-baik, memelihara akhlak yang mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shalih dan cobaan bagi ahli ibadah.�

Sobat muda muslim, jangan salah bahwa cinta bisa berarti sangat luas. Nggak sebatas hubungan antara pria dan wanita saja. Seperti yang udah dijelaskan di awal tulisan ini. Cinta, bisa berarti hubungan antara anak dan ortu yang full kasih sayang. Bisa juga berarti saling mencintai dan menyayangi dengan teman, bisa juga saling menumbuhkan rasa cinta di antara saudara, dan lain sebagainya. Pokoknya luas deh, termasuk cinta kita kepada harta, jabatan, tempat tinggal, kendaaraan, dan yang utama cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah saw. bahkan memberikan teladan bagus kepada kita bagaimana mencintai orang lain dengan tidak pandang bulu. Siapa pun ia, Rasulullah memberikan perhatian, kepedulian, dan tentu cintanya. Ada kisah menarik yang bisa kita simak. Diriwayatkan Abu Hurairah (Nailul Awthar, 4: 90): �Ada seorang perempuan hitam yang pekerjaannya menyapu masjid. Pada suatu hari, Nabi saw. tidak menemukan perempuan itu. Nabi saw. menanyakan ihwalnya. Para sahabat mengatakan bahwa ia telah mati. Ketika Nabi menegur mereka kenapa tidak diberitahu, para sahabat mengatakan bahwa perempuan itu hanya orang kecil saja. Kata Nabi saw., �Tunjukkan aku kuburannya.� Di atas kuburan itu Nabi melakukan shalat untuknya.�

Subhanallahu, sungguh mulia sekali Nabi kita. Ia memberikan teladan yang amat bagus bagi hidup kita. Dalam kesehariannya, Rasul sangat menghormati para sahabatnya. Ambil contoh, suatu hari Abdullah al-Banjaliy tidak kebagian tempat duduk saat menghadiri majlis Rasulullah. Mengetahui hal itu, Rasul lalu mencopot gamisnya dan mempersilakan sahabatnya itu untuk duduk. Tapi Abdullah al-Banjaliy tidak mendudukinya, malah mencium baju Rasulullah dengan air mata yang berlinang, �Ya Rasulullah, semoga Allah memuliakanmu, sebagaimana Anda telah memuliakanku,� komentar Abdullah.

Hmm.. kira-kita kita begitu nggak sama teman kita? Kadang, di antara kita suka ada yang merasa sok sibuk mikirin ummat, sampe-sampe lupa untuk sekadar menyapa kepada teman kita, Apa kabar? Padahal, hal sepele itu bisa menumbuhkan kecintaan juga lho. Bener. Jangan dikira kagak ada efeknya. Pengaruhnya besar lho. Sebab, kepedulian akan menumbuhkan rasa cinta, dan itu bisa menjadi jalan bagi seseorang untuk bisa menikmati hidup dengan tenang dalam sebuah kebersamaan yang penuh kasih sayang. Nggak percaya? Cobalah kamu lakukan. Siapa tahu kepedulian kamu akan bisa membuat temanmu merasa bahagia. Ditanggung antimanyun deh. Suer.

Itu semua karena cinta sodara-sodara. Sungguh, berbahagialah orang yang memiliki cinta dan memberikannya kepada orang lain. Bahkan bila perlu korbankan segala yang kita miliki dan cintai. Sekali lagi, berbahagialah mereka yang memiliki cinta.

Prioritas cinta kita...
Adakalanya kita sulit menentukan pilihan, bahkan sekadar membuat urutan prioritas sekali pun. Bener, kita kadang bingung kalo disodorkan berbagai pilihan yang kudu diambil salah satu. Apalagi semua pilihan itu memikat. Rasanya sayang kalo sampe nggak diambil. Tapi, dalam kondisi tertentu kita dituntut untuk bisa menentukan prioritas cinta kita. Untuk apa dan kepada siapa. Siap kan?

Dari semua cinta yang kita miliki, pastikan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menempati daftar utama dalam kehidupan kita. Yang lainnya; cinta harta, kendaraan, jabatan, status sosial, tempat tinggal, perusahaan, barang dagangan, bahkan cinta kita kepada keluarga, dan suami atau istri (bagi yang udah punya he..he..) harus rela untuk dikesampingkan. Allah Swt. berfirman: Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (at-Taubah [9]: 24)

Untuk masalah ini, Rasulullah pantas dan layak menjadi teladan kita. Maka jangan heran jika Aisyah ra. bercerita tentang Rasulullah saw. setelah didesak oleh Abdullah bin Umar. Apa yang diceritakan Ummul Mukminin?

Beliau menceritakan sepotong kisah bersama Rasulullah saw. (Tafsir Ibnu Katsir, I: 1441): Pada suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, Ya, Aisyah, izinkan aku beribadah kepada Rabbku. Aku berkata, Aku sesungguhnya senang merapat denganmu, tetapi aku senang melihatmu beribadah kepada Rabbmu. Dia bangkit mengambil gharaba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar dia terisak-isak menangis. Kemudian dia duduk membaca al-Quran, juga sambil menangis sehingga air matanya membasahi janggutnya, ketika dia berbaring, air matanya mengalir lewat pipinya mambasahi bumi di bawahnya. Pada waktu fajar, Bilal datang dan masih melihat Nabi saw. menangis, Mengapa Anda menangis, padahal Allah ampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang kemudian? tanya Bilal. Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur. Aku menangis karena malam tadi turun ayat Ali Imran 190-191. Celakalah orang yang membaca ayat ini dan tidak memikirkannya.

Memang, adakalanya kita sulit banget menentukan pilihan utama di antara sekian pilihan yang semuanya bagus bagi kita. Tapi, di sinilah jiwa berkorban kita diuji. Apakah kita lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya, atau memilih mencintai yang lain?
Sobat muda muslim, para sahabat Rasulullah juga memberikan teladan bagus buat kita. Khalid bin Walid salah satunya, beliau sampe berkomentar begini, Malam yang dingin saat memimpin pasukan dalam sebuah ekspedisi untuk menghancurkan musuh-musuh Allah, lebih aku sukai ketimbang mendapatkan seorang bayi laki-laki yang baru lahir. Subhanallahu, bukankah itu pelajaran yang amat berharga bagi kita tentang prioritas cinta?

Di Uzbekistan, saudara kita, para pengemban dakwah di sana, lebih memilih berhadapan dengan diktator Islam Abdulghanievic Karimov, ketimbang serah bongkokan alias mengalah kepada pemimpin jahat dan bengis itu. Banyak para pengemban dakwah yang kebanyakan para pemuda dikejar, ditangkap, dipenjara, dan tak sedikit yang kemudian dibunuh. Penjaranya nggak tanggung-tanggung, sobat. Penjara itu berada di suatu pulau di tengah laut Aral. Cukup? Belum! Tempat itu disebut Barisah Kilmaz alias mereka yang pergi ke sana tak akan kembali. Pulau itu adalah tempat pembuangan sampah nuklir! Ngeper? Oh, Tidak! Para pemuda di sana malah tambah semangat dan yakin dengan jaminan surga dari Allah swt. Karena membela agama-Nya. Semangat membela Islam lah yang menenggelamkan rasa takut dan keraguan. Cinta kepada Allah di atas segalanya. Sungguh luar biasa semangat mereka. Patut dicontoh.

Teman pembaca, jika kita harus memilih cinta, pilihlah yang utama, yakni cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Boleh kok kita mencintai yang lainnya, asal jangan melupakan Allah dan Rasul-Nya. Yuk, mulai sekarang kita belajar untuk mencintai Allah, Rasul-Nya, dan Islam dengan sepenuh hati kita. Insya Allah kita bisa kok. Yakin deh.?

Disadur dari http://www.dudung.net/buletin-gaul-islam/ketika-cinta-harus-memilih.html

Ketika Cinta Harus Memilih


Ketika kita didudukan dalam situasi untuk memilih, tentu naluri kemanusiaan kita akan memilih yang terbaik (best of the best). Lalu bagaimana jika justru ketika pilihan tersebut tidak ada yang memenuhi kriteria kita, haruskah kita tinggalkan dan mencari pilihan lain? Bagaimana jika seandainya pilihan tersebut mutlak yang terakhir? Dan bagaimana jika seandainya pilihan tersebut adalah suatu keputusan yang justru berimplikasi terhadap masa depan kita? Bagaimana seandainya jika justru pilihan tersebut adalah ujian dari Allah Swt sebagai wujud dari kasih sayang-Nya terhadap kita?

Banyak cerita di sekeliling kita yang dapat dijadikan bahan renungan tentang makna pilihan, dan buntutnya tentu masalah cinta. Jangan berpikiran sempit dulu tentang cinta itu sendiri. Cinta bukan hanya cinta antara pasangan suami istri (pasutri), atau cinta antara anak dan orang tua, namun juga termaktub cinta kepada suatu barang, misalnya buku dan lainnya. Bahkan ada seseorang yang sangat mencintai idola-nya, entah itu seorang artis atau aktor film.

Lalu, bagaimana jika kita dihadapkan kepada suatu keharusan untuk memilih satu dari dua pilihan yang ada? Sudahkah kita memaknai bahwa pilihan tersebut adalah yang terbaik menurut Allah Swt untuk kita, bukan sebaliknya.

Suatu kali pernah seorang teman bercerita tentang kehidupan rumah tangganya yang bermasalah. Namun sayangnya hal tersebut dijadikan alasan oleh sang teman untuk membalas-dendam dengan, maaf, berselingkuh dengan orang lain. Saya pun kerap bertanya kepada diri saya sendiri, bukankah ketika kita memutuskan menikahi pasangan kita adalah suatu pilihan yang pasti terbaik dari segala pilihan yang ada?

Tapi tunggu dulu, terbaik menurut siapa?

Allah Swt menganugerahi setiap manusia sebuah bonus yang bernama ‘akal’, mengapa saya katakan ‘bonus’ karena selain manusia, makhluk lain (hewan dan tumbuhan) tidak dianugerahi hal yang sama. Selain itu, sebagai manusia kita pun dianugerahi ‘titel’ khalifah (di bumi) oleh Allah Swt.

“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi”. (Faathir:39)

Kembali kepada cerita seorang teman di atas, salahkah dia dengan pilihan hatinya? Salahkah dia ketika meresa kecewa karena pilihannya ternyata jauh dari apa yang dia impikan? Atau ketika dia diberikan pilihan, sudahkah dia memutuskan memilihnya dengan atas nama Allah?

Suami selalu mengingatkan saya untuk tidak terlalu mencintainya kalau bukan karena Allah Swt, karena ketika suatu saat Allah memanggil suami, tidak ada lagi cinta dan tempat bernaung yang tersisa, karena kesemua cinta yang ada sudah dibawanya pergi. Namun, ketika ketika kita mencintainya atas nama Allah, badai rintangan apapun yang menghadang, kita masih dapat berlindung di bawah kasih sayang-Nya karena hanya Allah Swt yang mampu memberikan kesempurnaan perlindungan.

Keputusan sang teman untuk berselingkuh, jelas meletakkan nafsu di atas akal. Bukan hanya tidak akan memecahkan masalah, bahkan akan menambah masalah baru. Akal pun dikorbankan atas nama nafsu semata.

Saya teringat ketika adzan maghrib berkumandang, sebagian kita mungkin sedang asyik menyimak berita demonstrasi di sebuah liputan berita nasional di televisi. Dan pilihan kembali disorongkan kepada diri kita. Mematikan televisi dan langsung berwudhu atau mentolerir diri kita dengan ‘pembenaran’, toh beritanya tinggal lima menit, dan terus menonton. Kembali akal pun kita korbankan atas nama ‘tinggal lima menit’ ketika kita diberikan suatu pilihan di hadapan kita.

Bangun di waktu subuh ketika adzan berkumandang adalah satu pilihan terberat bagi sebagian orang yang lemah iman. Ketika orang lain sudah melangkah menuju surau/masjid di sisi lain kita mungkin masih enggan beranjak dari dalam selimut. Tidak hiraukan seruan dari surau…. ah shalatu khairun minan naum…

****

Cinta kepada orang lain melebihi cinta kepada suami, cinta kepada liputan berita daripada mendirikan sholat maghrib dan cinta kepada kehangatan selimut kita daripada bergegas ke surau adalah suatu pilihan yang diberikan Allah Swt bagi kaum yang berakal. Sudahkah kita termasuk ke dalam orang-orang yang berakal? Sudah pantaskah kita menjadi khafilah di bumi Allah ini?

Marilah kita bersegera sujud memohon ampun kehadirat-Nya atas segala keterlenaan kita dan atas keterbiusan kita akan gemerlap duniawi yang sebenarnya tiada kekal. “Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Al-Baqarah:269)

Lalu, cinta manakah yang akan Anda pilih? Wallaahu’alam bishshowab.

Disadur dengan sedikit perubahan dari http://ari2abdillah.wordpress.com/2007/06/26/ketika-cinta-harus-memilih/

Cinta


Cinta adalah satu perkataan yang tidak asing lagi di telinga kita. Apalagi di kalangan remaja, karena sudah menjadi anggapan umum bahwa cinta sinonim dengan ungkapan rasa sepasang sejoli yang mabuk asmara. Ada yang mengatakan cinta itu suci, cinta itu agung, cinta itu indah dan terlalu indah hingga tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, hanya dapat dirasakan dan sebagainya. Bahkan ada yang menggambarkan oleh karena sangat indahnya cinta, syaithon pun berubah menjadi bidadari ” racun dirasa bagaikan madu? “. Yang jelas karena cinta, banyak orang yang merasa bahagia namun sebaliknya karena cinta banyak pula yang tersiksa dan merana.

Cinta dapat membuat seseorang menjadi sangat mulia, dan cinta pula yang menjadikan seseorang menjadi sangat tercela. Kita tahu bagaimana kecintaan Khadijah RA kepada Rasulullah SAW yang rela mengorbankan apa saja yang dimilikinya dengan perasaan bahagia demi perjuangan si kekasih yang menjadikannya mulia. Sebaliknya ada pemudi yang mengorbankan kehormatannya demi untuk menyenangkan si kekasih yang dia lakukan atas nama cinta. Atau ada remaja yang menghabiskan nyawanya dengan racun serangga( na’udzubillahi min zalik ) hanya karena cinta.

Cinta yang sedemikianlah yang membawanya kepada kehinaan.
Lalu, apa sebenarnya makna daripada cinta?
Benarkah cinta hanyalah sepenggal kata namun mengandung sejuta makna?
Atau pendapat para filsuf bahwa makna cinta tergantung siapa yang memandang?
Rupanya tepat seperti ungkapan Ibnu Qayyim Al Jauziah tentang cinta, bahwasanya, ” Tidak ada batasan tentang cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri. ”
Ada pun kata cinta itu sendiri secara bahasa adalah kecenderungan atau keberpihakan. Bertolak dari sini cinta dapat didefinisikan sebagai sebuah gejolak jiwa dimana hati mempunyai kecenderungan yang kuat terhadap apa yang disenanginya sehingga membuat untuk tetap mengangankannya, menyebut namanya, rela berkorban atasnya dan menerima dengan segenap hati apa adanya dari yang dicintainya serasa kurang sekalipun, dan ia tumpahkan dengan kata-kata dan perbuatan.

Pandangan Islam terhadap Cinta
Cinta dalam pandangan Islam adalah suatu perkara yang suci. Islam adalah agama fitrah, sedang cinta itu sendiri adalah fitrah kemanusiaan. Allah telah menanamkan perasaan cinta yang tumbuh di hati manusia. Islam tidak pula melarang seseorang untuk dicintai dan mencintai, bahkan Rasulullah menganjurkan agar cinta tersebut diutarakan.
” Apabila seseorang mencintai saudaranya maka hendaklah ia memberitahu bahawa ia mencintainya. ” HR Abu Daud dan At-Tirmidzi
Seorang muslim dan muslimah tidak dilarang untuk saling mencintai, bahkan dianjurkan agar mendapat keutamaan-keutamaan. Islam tidak membelenggu cinta, karena itu Islam menyediakan penyaluran untuk itu ( misalnya lembaga pernikahan ) dimana sepasang manusia diberikan kebebasan untuk bercinta.

” Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaannya dan rahmatNya, bahwa Dia menciptakan untuk kamu ( wahai kaum lelaki ), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya dan dijadikanNya di antara kamu ( suami isteri ) perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu mengandung keterangan-keterangan ( yang menimbulkan kesadaran ) bagi orang-orang yang berfikir. ”
Q.S Ar-Ruum : Ayat 21

Ayat di atas merupakan jaminan bahwa cinta dan kasih sayang akan Allah tumbuhkan dalam hati pasangan yang bersatu karena Allah ( setelah menikah ). Jadi tak perlu menunggu ” jatuh cinta dahulu ” baru berani menikah, atau pacaran dahulu baru menikah sehingga yang menyatukan adalah si syaithon durjana ( na’udzubillahi min zalik ). Jadi Islam jelas memberikan batasan-batasan, sehingga nantinya tidak timbul fenomena kerusakan pergaulan dalam masyarakat.

Dalam Islam ada peringkat-peringkat cinta, siapa yang harus didahulukan / diutamakan dan siapa / apa yang harus diakhirkan. Tidak boleh kita menyetarakan semuanya.
” ( Walaupun demikian ), ada juga di antara manusia yang mengambil selain dari Allah ( untuk menjadi ) sekutu-sekutu ( Allah ), mereka mencintainya, ( memuja dan mentaatinya ) sebagaimana mereka mencintai Allah; sedang orang-orang yang
beriman itu lebih cinta ( taat ) kepada Allah dan kalaulah orang-orang yang melakukan kezaliman ( syirik ) itu mengetahui ketika mereka melihat azab pada hari akhirat kelak, bahwa sesungguhnya kekuatan dan kekuasaan itu semuanya tertentu bagi Allah dan bahwa sesungguhnya Allah Maha berat azab siksaNya, ( niscaya mereka tidak melakukan kezaliman itu ). ” Q.S Al-Baqarah : Ayat 165

Menurut Syaikh Ibnul Qayyim, seorang ulama di abad ke-7, ada enam peringkat cinta ( maratibul - mahabah ), yaitu :

1. Peringkat ke 1 dan yang paling tinggi / paling agung adalah tatayyum, yang merupakan hak Allah semata-mata.
” Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Rabbul ‘alamiin. ”
” Sedang orang-orang yang beriman itu lebih cinta ( taat ) kepada Allah ”
Q.S Al-Baqarah : Ayat 165
Jadi, ungkapan-ungkapan seperti : ” Kau selalu di hatiku, bersemi di dalam kalbu ” atau ” Kusebutkan namamu di setiap detak jantungku, ” ” Cintaku hanya untukmu, ” dan sebagainya seharusnya ditujukan kepada Allah. Karena Dialah yang memberikan kita segala nikmat / kebaikan sejak kita dilahirkan, bahkan sejak dalam rahim ibu. Jangan terbalik, baru diberi sekelumit cinta dan kenikmatan dari si ” darling ” kita sudah hendak menyerahkan jiwa raga kepadanya yang merupakan hak Allah. Lupa kepada Pemberi Nikmat,

” Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi dan ( pada ) pertukaran malam dan siang dan ( pada ) kapal-kapal yang belayar di laut dengan membawa benda-benda yang bermanfaat kepada manusia; demikian juga ( pada ) air hujan yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta Dia biakkan padanya dari berbagai-bagai jenis binatang; demikian juga ( pada ) peredaran angin dan awan yang tunduk ( kepada kuasa Allah ) terapung-apung di antara langit dengan bumi; sesungguhnya ( pada semuanya itu ) ada tanda-tanda ( yang membuktikan keesaan Allah kekuasaanNya, kebijaksanaanNya dan keluasan rahmatNya ) bagi kaum yang ( mau ) menggunakan akal fikiran. ”
Q.S Al-Baqarah : Ayat 164

2. Peringkat ke 2; ‘isyk yang hanya merupakan hak Rasulullah SAW Cinta yang melahirkan sikap hormat, patuh, ingin selalu membelanya, ingin mengikutinya, mencontohinya, dan sebagainya, namun bukan untuk menghambakan diri kepadanya.

” Katakanlah ( wahai Muhammad ) : Jika benar kamu mengasihi Allah maka ikutilah daku, niscaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa kamu dan ( ingatlah ), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. ”
Q.S Aali Imran : Ayat 31

3. Peringkat ke 3; syauq yaitu cinta antara mukmin dengan mukmin lainnya. Antara suami isteri, antara orang tua dan anak, yang membuahkan rasa mawaddah wa rahmah.

4. Peringkat ke 4; shababah yaitu cinta sesama muslim yang melahirkan ukhuwah Islamiah.

5. Peringkat ke 5; ‘ithf ( simpati ) yang ditujukan kepada sesama manusia. Rasa simpati ini melahirkan kecenderungan untuk menyelamatkan manusia, berdakwah, dan sebagainya.

6. Peringkat ke 6 adalah cinta yang paling rendah dan sederhana, yaitu cinta / keinginan kepada selain dari manusia : harta benda. Namun keinginan ini sebatas intifa’ ( pendayagunaan / pemanfaatan ).

Hubungan Cinta dan Keimanan
Dalam Islam cinta dan keimanan adalah dua perkara yang tidak dapat dipisahkan. Cinta yang berlandaskan iman akan membawa seseorang kepada kemuliaan; sebaliknya cinta yang tidak berlandaskan iman akan menjatuhkan seseorang ke jurang kehinaan. Cinta dan keimanan laksana kedua belah sayap burung. Al Ustadz Hasan Al Banna mengatakan bahwa ” dengan dua sayap inilah Islam diterbangkan setinggi-tingginya ke langit kemuliaan. ” Bagaimana tidak, jikalau iman tanpa cinta akan pincang, dan cinta tanpa iman akan jatuh ke jurang kehinaan. Selain itu iman tidak akan terasa lezat tanpa cinta dan sebaliknya cinta pun tidak lezat tanpa iman.

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW;
” Barangsiapa ingin memperoleh kelezatan iman, hendaklah ia mencintai seseorang hanya karena Allah SWT. ” Riwayat Imam Ahmad, dari Abu Hurairah

Tidak heranlah ketika ‘Uqbah bin Al Harits telah bercerai dengan isteri yang sangat dicintainya Ummu Yahya, atas persetujuan Rasulullah SAW hanya karena pengakuan seorang wanita tua bahwa ia telah menyusukan pasangan suami isteri itu di saat mereka masih bayi. Allah mengharamkan pernikahan saudara sesusuan.Demikian pula kecintaan Abdullah bin Abu Bakar kepada isterinya, yang terkenal kecantikannya, keluhuran budinya dan keagungan akhlaknya. Ketika ayahnya mengamati bahwa kecintaannya tersebut telah melalaikan Abdullah dalam berjihad di jalan Allah dan memerintahkan untuk menceraikan isterinya. Pemuda Abdullah memandang perintah tersebut dengan kacamata iman, sehingga dia rela menceraikan belahan jiwanya tersebut demi mempererat kembali cintanya kepada Allah.

Subhanallah, pasangan tersebut telah bersatu karena Allah, saling mencintai karena Allah, bahkan telah bercinta karena Allah, namun mereka juga rela berpisah karena Allah. Cinta kepada Allah di atas segalanya. Bagaimana pula halnya dengan pasangan yang terlanjur jatuh cinta, atau yang ‘berpacaran’ atau sudah bercinta sebelum menikah?
Hanya ada dua jalan; bersegeralah menikah atau berpisah karena Allah, niscaya akan terasa lezat dan manisnya iman. Dan janganlah mencintai ‘si dia’ lebih daripada cinta kepada Allah dan RasulNya.

Dari Anas ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda;
” Ada tiga perkara dimana orang yang memilikinya akan merasakan manisnya iman, yaitu mencintai Allah dan rasulNya melebihi segala-galanya, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan enggan untuk menjadi kafir setelah diselamatkan Allah daripadanya sebagaimana enggannya kalau dilempar ke dalam api. ” HR. Bukhari dan Muslim

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda;
” Demi zat yang jiwaku ada dalam genggamanNya, kamu sekalian tidak akan masuk syurga sebelum beriman, dan kamu sekalian tidaklah beriman sebelum saling mencintai. ”
HR Muslim

Cinta Kepada Allah, Itulah yang Hakiki
Cinta bagaikan lautan, sungguh luas dan indah. Ketika kita tersentuh tepinya yang sejuk, ia mengundang untuk melangkah lebih jauh ke tengah, yang penuh rintangan, hempasan dan gelombang pada siapa saja yang ingin mengarunginya. Namun carilah cinta yang sejati, di lautan cinta berbiduk ‘takwa’ berlayarkan ‘iman’ yang dapat melawan gelombang syaithon dan hempasan nafsu, Insya Allah kita akan sampai kepada tujuannya yaitu : cinta kepada Allah, itulah yang hakiki, yang kekal selamanya. Adapun cinta kepada makhlukNya, pilihlah cinta yang hanya berlandaskan kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Bukan karena bujuk rayu syaithon, bukan pula karena desakan nafsu yang menggoda.

Cintailah Allah, berusahalah untuk menggapai cintaNya. Menurut Ibnu Qayyim, ada 10 perkara yang menyebabkan orang mencintai Allah SWT :

1. Membaca Al-Quran dan memahaminya dengan baik.
2. Mendekatkan diri kepada Allah dengan sholat sunat sesudah sholat wajib.
3. Selalu menyebut dan berzikir dalam segala keadaan dengan hati, lisan dan perbuatan.
4. Mengutamakan kehendak Allah di saat berbenturan dengan kehendak hawa nafsu.
5. Menanamkan dalam hati asma’ dan sifat-sifatnya dan memahami maknanya.
6. Memperhatikan kurnia dan kebaikan Allah kepada kita.
7. Menundukkan hati dan diri ke pangkuan Allah.
8. Menyendiri bermunajat dan membaca kitab sucinya di waktu malam ketika orang sedang nyenyak tidur.
9. Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang shalih, mengambil hikmah dan ilmu dari mereka
10. Menjauhkan sebab-sebab yang dapat menjauhkan kita daripada Allah.

Saling mencintailah karena Allah agar dapat mendapatkan kecintaan Allah. Dalam hadith Qudsi Allah berfirman;
” CintaKu harus Kuberikan kepada orang-orang yang saling mencintai karenaKu,
CintaKu harus Kuberikan kepada orang-orang yang saling berkorban karenaKu,
dan CintaKu harus Kuberikan kepada orang-orang yang menyambung hubungan karenaKu. ”
Hiduplah di bawah naungan cinta dan saling mencintailah karena keagunganNya, niscaya akan mendapatkan naungan Allah, yang pada hari itu tidak ada naungan selain naunganNya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda;
” Pada hari kiamat Allah berfirman : ‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagunganKu? Pada hari yang tiada naungan selain naunganKu ini, Aku menaungi mereka dengan naunganKu. ”HR. Muslim

Bahkan Allah memuliakan mereka yang saling mencintai dan bersahabat kerana Allah, yang membuat para nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka mereka.
Nasa’i meriwayatkan dengan sanad dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda;
” Di sekeliling ‘Arsy, terdapat mimbar-mimbar dari cahaya yang ditempati oleh suatu kaum yang berpakaian dan berwajah cahaya pula. Mereka bukanlah para nabi atau syuhada, tetapi para nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka. ”
Para sahabat bertanya, ” Wahai Rasulullah, beritahulah kami tentang mereka! ”
Beliau bersabda, ” Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai, bersahabat, dan saling mengunjungi karena Allah. ”

” Ya Allah, karuniakanlah kepada kami Cinta terhadapMu dan Cinta kepada mereka yang mencintaiMu, dan apa saja yang mendekatkan kami kepada CintaMu, dan jadikanlah CintaMu itu lebih berharga bagi kami daripada air yang sejuk bagi orang yang dahaga. ”
Akhirul qalam, bertanyalah pada diri kita sendiri :
1. Sudahkah aku menemukan cinta yang hakiki, cinta yang sejati dalam hidup ini?
2. Sejauh mana aku mengenalNya, asma’ ( nama ) Nya, sifat-sifatNya, kehendakNya, laranganNya?
3. Seringkah aku mengingatiNya, menyebut namaNya melalui dzikir-dzikir yang panjang?
4. Seringkah aku mendekatkan diri kepadaNya dengan sholat serta ibadah-ibadah lainnya?
5. Seringkah aku merintih, mengadu dan mengharap kepadaNya melalui untaian doa yang keluar dari lubuk hati.
6. Sudahkah aku mengikuti kehendakNya dan menjauhi larangan-laranganNya?
7. Apakah aku mencintai seseorang karenaNya atau kerana dorongan nafsuku sendiri?
8. Sejauh mana aku berusaha untuk mengekang hawa nafsuku sendiri

Disadur dengan sedikit perubahan dari : www.tganu.uitm.edu.my/tasik/images/stories/doc_islam/cinta.doc

Meraih Cinta Allah dan Manusia

Dari Abul Abbas -Sahl bin Sa'd as-Sa'idi - radhiallahu 'anhu berkata: "Seorang lelaki mendatangi Rasulullah saw. dan berkata, "Ya Rasulullah, tunjukilah aku suatu amalan, yang bila aku mengerjakannya, maka Allah dan manusia cinta kepadaku?" Rasul saw. bersabda: "Zuhudlah
di dunia, niscaya Allah cinta kepadamu. Dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya mereka mencintaimu". (H.R. Ibnu Majah, Shahihul Jami', no. 935)

Cinta Allah dan manusia, dua bentuk cinta pangkal ketenangan dan ketentraman hati. Tangga untuk mencapainya, kata Rasulullah SAW, hanya satu: zuhud.

Sebagian kita bisa jadi alergi mendengar kata tersebut. Atau lebih mengesankannya sebagai utopia. Yang tergambar adalah bagaimana seseorang berpakaian lusuh, kusut, asyik tenggelam dalam aktivitas ibadah di masjid. Kesan-kesan ini makin diperkuat oleh arus pola hidup materialistik, menuhankan harta. Orientasi duniawi, tampaknya sudah berakar umbi dalam hati dan pikiran sebagian kita.


Sayap Nyamuk

Sementara, sikap dan pola hidup Rasulullah sepenuhnya mengacu pada sikap ini. Beliau menganggap, kehidupan dunia seperti seorang musafir yang berteduh di bawah sebuah pohon, lalu bakal melanjutkan perjalanan kembali (H.R. Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad, Hakim)

Beliaupun melukiskan dunia ibarat tetesan air dari jari yang dicelupkan ke tengah lautan (H.R. Muslim, Turmudzi dan Ibnu Majah). Dalam kesempatan lain, beliau mengatakan dunia ibarat sayap nyamuk (H.R. Turmudzi)

Al-Qur'an surat al-Hadid ayat 20, mengungkapkan, "Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kamu serta berbanga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur..." (Lihat juga Q.S. Ali-Imran: 14-15, 185. Yunus: 24. Az-Zukhruf: 35. An-Najm : 29-30).

Zuhud, dalam tinjauan terminologis, merupakan lawan sikap senang dan ambisi pada dunia (Lisanul Arab, 3/196). Banyak pendapat para ulama salaf tentang pengertian zuhud. Diantaranya, menurut Sofyan Tsauri, zuhud di dunia artinya tidak panjang angan-angan. Tapi bukan dengan memakan makanan keras atau memakai pakaian kasar. (Madarijus Salikin, 284). Hasan al-Bashri mendefinisikan zuhud di dunia bukan berarti mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta. Tapi,bagaimana seseorang merasa lebih yakin pada apa yang dimiliki Allah dari apa yang ada di tangannya. (Madarijus Salikin 285)

Syaikh Ibnu Taimiyah menyebutkan zuhud adalah meninggalkan yang tak bermanfaat di akhirat. Bedanya dengan wara', meninggalkan apa yang dikhawatirkan berbahaya di akhirat. Menurut Ibnul Qayyim, pendapat inilah yang paling baik dan tepat. (Madarijus Salikin, 283)


Senjata

Esensi zuhud berasal dari hati. Di dalam hati hendaknya hanya tertanam rasa cinta dan bersandar penuh kepada Allah SWT. "Ya Allah, jadikanlah dunia di tanganku dan jangan kau jadikan dunia di dalam hatiku", do'a Abu Bakar r.a.

Karenanya, zuhud juga bukan berarti sikap apriori menolak dan menjauhi semua yang berbau dunia. Toh, Rasulullah saw. dan para sahabar, generasi zuhud, juga bekerja, berkeluarga, memiliki istri dan anak. Nabi Sulaiman a.s., bahkan disebut dalam Al-Qur'an memiliki kerajaan besar. Indah sekali perkataan Sofyan Tsauri: "Harta di zaman kami adalah senjata kaum beriman". Atau ungkapan Abu Ishaq as-Sabi'i bahwa kaumnya dahulu memandang keluasan harta benda adalah penolong agama (Mukhtashar Minhajul Qashidin, 185).

Imam Ahmad membagi zuhud menjadi tiga. Pertama, meninggalkan yang haram, ini zuhudnya orang awam (zuhdul 'awam). Menurut Ibnul Qayyim sikap ini merupakan fardhu 'ain. Kedudukan, meninggalkan sikap berlebihan terhadap yang halal. Ini dinamakan zuhudnya orang-orang khusus (zuhdul khawas). Terakhir, meninggalkan semua yang menyibukkan diri dari Allah, disebut zuhudnya orang-orang 'arif (zuhdul 'arifin). Inilah yang disebutkan Rasulullah saw. dalam hadits di atas sebagai salah satu tangga mencapai kecintaan Allah (mahabatullah).

Agar Dicintai Manusia. Menarik cinta manusia, ada kaidahnya: tak boleh menggunakan unsur-unsur yang mengundang kemurkaan Allah swt. Bila kaidah itu dilanggar, yang terjadi justru sebaliknya. "... keadaannya akan diserahkan sepenuhnya kepada manusia oleh Allah ...." (H.R. Turmudzi, Shahihul Jami', No. 5886).

Agar dicintai manusia, lagi-lagi jawabannya zuhud. Artinya, tidak memendam ambisi, kehendak, terhadap apa yang dimiliki orang lain.Ambisi, iri, ingin memiliki apa yang ada pada orang lain, adalah bibit sikap buruk sangka, benci, permusuhan dan seterusnya. Maka, sekali lagi, Rasulullah telah memberi jawaban singkat dan tepat: zuhud!

Taken from : http://student.eepis-its.edu/~argen/web%20dulu/Document/Hikmah%20dan%20Renungan/
He he he... Artikelnya banyak bangetz... Udah lama seh.. sayang baru nemu sekarang.. Anyway Jazakallah Khair... Sangat berguna buat kita-kita newbiez (red: copywriter maksute... he he he)

Jumat, 21 November 2008

Bertahan hidup dengan merasakan beratnya hidup

Lagi-lagi soal bagaimana bisa survive diterpa badai kehidupan yang ganas.. Ada hikmah besar dibalik setiap derita dan rasa sakit dalam tiap-tiap episode kehidupan ini. Setidaknya dalam setiap rasa penat dan sakit yang di rasa jiwa kita masih bisa berkata.. Yaa Alloh, I'm still alive..
Inspirasi bisa datang dari mana saja untuk kita bisa bertahan dari setiap goncangan hidup. Aku pernah mendapat cerita inspirasi tentang seorang Pangeran (Detailnya udah terhapus dari RAM he he he... Kalo kagak error di Kerajaan Persia deh..). Dalam suatu peperangan besar sang Pangeran kehilangan segalanya. Dia telah kalah, prajurit banyak yang gugur yang tersisa sudah tidak sanggup berperang lagi, kerajaan sudah jatuh ke tangan musuh.. Dalam perjalanan panjang selama pengasingannya suatu hari sang Pangeran terduduk di sebelah tembok tua, sambil melepas lelah dia merenung bahwa hidupnya memang sudah tidak bisa kembali seperti dahulu... Sambil merenung dia menatap segerombolan semut-semut kecil.. (wah jangan-jangan nih semut-semut merah di tembok sekolah ya ... he he ...) Tenang bro bukan semut-semut merah yang itu kok.. he heh..

Semut-semut tersebut saling bahu-membahu bekerja sama memindahkan sebongkah roti yang besarnya sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Dengan sabar ribuan semut ini terus-menerus memotong roti "besar" ini dan memindahkannya ke dalam sarang mereka sampai sepenggal hari dan akhirnya tak ada lagi remah-remah roti yang tersisa. Tertegun hati sang Pangeran dan menjadi bersemangatlah ia, melanjutkan perjalanan untuk kembali menghimpun kekuatan. Dengan kesabaran, memperbanyak relasi (baca=sahabat), memperbanyak kerjasama (teman bisnis), serta memperbanyak cara-cara baru dalam menyelesaikan masalah.. Pendek kata setelah menyempurnakan ikhtiar (pinjem dari AA Gym .. Heh he ) dan tawakal maka pertolongan Alloh akan turun...

Ketenangan dalam berfikir (panic is No.1 killer in the world), kematangan jiwa, kreatifitas dalam menyelesaikan masalah... semua ini tidak akan bisa didapat oleh seseorang TANPA seseorang bergelut dengan banyak masalah sepanjang hidupnya. Baik masalah yang memang datang untuknya maupun masalah yang muncul karena target-target dan tujuan-tujuan baru yang ingin dicapai dalam hidup seseorang. Kita bisa lebih dewasa dengan masalah, asal hati-hati jangan sampai jadi "tampak tua" dengan masalah lho.. heh heh...

Banyak orang yang tertimpa masalah (termasuk diriku tentunya.. heh he..) yang menghabiskan sebagian energi justru untuk memikirkan "Mengapa aku mengalami hal seperti ini?" alih-alih berusaha mencari cara-cara baru dalam menyelesaikan masalah. Seharusnya waktu dan energi yang digunakan untuk "meratap" tadi digunakan saja untuk istirahat menenangkan jiwa, memohon ampunan Alloh, serta memohon jalan keluar. Untuk kemudian segera bangkit menyempurnakan ikhtiar, sembari terus berslogan seperti pak Mario Teguh "Don't Worry be Happy". Pribadi Super menyelesaikan masalah dengan cara-cara super dan tentunya masa depan super akan di dapat, Insya Alloh... he he .... Biasa neh sering BT jadinya hunting terus situs-situs pembangkit jiwa.. ha ha ha...

Kamis, 20 November 2008

Dimana aku harus mencari jalan keluar ?

Sebenarnya aku tidak ingin memikirkan masalah terlalu dalam sehingga justru aku menjadi lebih terpuruk karena menghabiskan energi hanya untuk memikirkan masalah ini. Tanpa mencari cara baru serta penyelesaian baru dari masalah. Detik ke detik aku terus berupaya "berkomunikasi" dengan Alloh yang Maha Besar... Mengharapkan keajaiban-keajaiban jatuh dari langit, dan merasakan bagaimana rasanya "ketiban ndaru"... Kesalahan hidup dimasa silam telah menjadikan aku benar-benar seperti satria wirang saat ini. Saat yang ketika remaja aku impikan dalam keadaan tangga-tangga kesuksesan, qodarulah.. tangga-tangga yang penuh derita lah yang saat ini aku tanggung... Beban yang teramat berat, setiap saat menghirup kehidupan dan melangkahkan kaki menyusuri jalan taqdir ini seperti mendaki kaki langit.. Yaa Alloh hanyalah dengan pertolongan-Mu dan keajaiban-Mu yaa Alloh.. Hamba menyandarkan harapan dan senyuman yang nantinya akan aku sungging di bibir ini hanya kepada-Mu yaa Alloh. Yaa Alloh yang Maha Kaya yang sanggup aku mintai jalan keluar dari MASALAH KEUANGAN ku ini.. yang hampir tidak pernah selesai sejak setahun terakhir ini... Yaa Alloh semoga tahun depan engkau berikan jalan yang lebih lapang untuk kami yaa Alloh...
... Bersambung... H ehe h..

Yaa Alloh Jangan biarkan aku menjadi hamba yang berputus asa dari rahmat-Mu

Doa ini terasa amat keras dan juga menyayat hatiku. Tapi inilah doa beberapa hari terakhir ini yang sering aku panjatkan. Beratnya menahan tekanan hidup, beratnya menjaga perasaan serta kebahagiaan istri dan anak ku membuat aku merasa begitu berat menanggung beban ini sendirian. Aku nggak mungkin cerita ke istriku karena pasti dia belum bisa menerima semua ini. Hanya pada-Mu yaa Rabb... Hamba memohon keajaiban. Ya! Keajaiban karena dalam hitung-hitungan hamba hanya keajaiban-Mu lah yang bisa menyelesaikan masalahku ini.
Yaa Alloh janganlah Engkau menjauh dari hamba... Yaa Alloh tanpa keajaiban-Mu yaa Alloh hamba tidak akan kuat menatap lagi, hamba nggak sanggup mengangkat kepala ini dengan bangga sebagai Muslim yang punya harga diri yaa Alloh..
Yaa Alloh saat aku bingung seperti ini hanya kebesaran-Mu yang sanggup menolongku yaa Alloh.. Yaa Alloh aku tiada bisa lagi bersikap merengek seperti anak-anak kecuali kepada-Mu semata.. Yaa Alloh sedikit ini rizki-Mu banyakpun rizki-Mu yaa Alloh.. Yaa Rabb ampunilah kami jika selama ini kami malas menghadap-Mu di sepertiga malam terakhir, ampunilah kami yang tidak amanah menjaga anak dan harta dari Engkau. Yaa Rabb pertolongan-Mu adalah nyata, janji-Mu adalah kebenaran, rahmat-Mu meliputi semua makhluk-Mu.. Yaa Alloh selamatkan jiwa kami dari kekeringan serta kebencian dengan sesama keluarga kami dikarenakan masalah hidup kami yaa Alloh..
Antara harapan dan kepasrahan atau entah keputus-asaan aku terus "meraung" dan menangis tersedu-sedu. Memohon belas kasih Alloh sang Penguasa jiwa. Ketika hati terasa gelisah, ketika jiwa ini terasa resah, betapa "sapaan" Alloh Rabbul 'Alamin adalah penyembuh sejati, penyembuh bagi jiwa-jiwa yang rindu akan kasih sayang Ar-Rahman.. Yaa Alloh hamba akan menyelesaikan masalah ini dengan nama-Mu yang agung, hamba akan bangkit dengan kebesaran-Mu yang mengayomi seluruh makhluk, yaa Alloh dengan cinta-Mu hamba akan menghadapi tantangan hidup ini.. Yaa Alloh dekatkan kami selalu dengan-Mu...

Rabu, 19 November 2008

Satria Wirang

Sudah mendapatkan simpati dari orang lain. Watak yang jelek, kalau tidak hati – hati tindakannya akan mendapat aib. Inilah penjelasan yang kudapat dari http://www.geocities.com/iwidiantara/watak_manusia.htm ketika lagi googling tentang makna Satria Wirang. Judul Blog untuk pertama kalinya sebagai newbie diriku coba ikut mengharu-biru kedahsyatan dunia Blog. Maunya ganti nama saja tapi watak ini kayaknya gak jelek-jelek amat. Yah asal hati-hati dalam hidup ini.
Jujur! Sebenarnya banyak generasi kita sekarang yang tergolong generasi Satria Wirang ini. Betapa tidak sudah susah-susah belajar dari Play Group sampai S1 bahkan S2 (Sudah menjadi "Satria") Eh... Kagak ngarti mau kerja apaan...
Berita terakhir temen-temen mahasiswa pada berantem sesama mahasiswa, sama polisi bahkan hampir ribut sama dosen. Generasi yang benar-benar "Wirang"... Tapi apakah seperti itukah gambaran wajah generasi muda kita? Yang Parno lah, yang Borju lah, yang Gak sabaran dan seabreg cap-cap negatif laen tertempel disana-sini menggelayut di pundak muda-mudi Indonesia tercinta...
Kalo gak kawin muda yang udah kerja terjerat kartu kredit sampe bingung mau bayar dari mana. Mungkin benar juga kata mbah Kiyosaki kalo generasi muda sekarang hidup untuk membayar utang.. Iih ngeri.. Utang sama siapa ? Ya siapa lagi kalo bukan sama "Bayang-bayang hitam" pemilik modal global.. Segelintir orang yang menguasai emas dan mempermainkan ekonomi Dunia. Ekonomi Dunia man..! Wuih kok arahnya nyrempet-nyrempet "teori konspirasi" ya... He he he... Dulu Bung Karno pernah bilang kalo Indonesia nggak butuh apa-apa selain para pemuda pemudi yang cerdas dan punya semangat juang yang tinggi karena semua modal kekayaan alam sudah diinjak di bawah telapak kaki, sudah terhirup setiap hari, sudah terhidang di setiap sudut-sudut negeri..
Aku gak tahu apakah aku termasuk satria wirang - satria wirang yang sedang aku gunjing ini ataukah aku lebih jelek dari mereka.. Hmm...

Sidoarjo November 08
Dikala hati resah ...